Perbincangan tentang kusta dan disabilitas menjadi topik yang menarik(screenshot youtube berita kbr)
Lepra atau kusta merupakan penyakit yang pernah populer di tahun 80 dan 90an, ketika penulis masih bersekolah tingkat SD, dinas kesehatan setempat melakukan pemeriksaan kepada seluruh murid. Namun dalam dekade berikutnya, penyakit kusta sepertinya luput dari pemberitaan. Mungkin generasi milenial mendengar penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobaterium leprae terasa asing.
Ada dua tipe kusta yakni kusta kering atau pausi basiler, kusta basah atau multi basiler. Mycobaterium leprae mempunyai masa perkembangan biakan selama dua hingga tiga minggu, masa inkubasi rata rata mencapai lima tahun. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh seperti saraf, kulit dan saluran pernafasan atas.
Namun kusta juga tak perlu ditakuti secara berlebihan, karena dengan pemeriksaan yang tepat dan pengobatan secara rutin, kecacatan yang disebabkan kusta bisa dicegah, fokus pasien kusta untuk melakukan pemeriksaan mata, tangan dan kaki.
Data Kementerian Kesehatan RI menyebutkan pada tahun 2020 ada total 16.704 kasus kusta yang dilaporkan di Indonesia.Proporsi kasus kusta baru pada anak mencapai 9,14 persen. Ada 26 provinsi yang tercatat eliminasi kusta dan 8 provinsi belum bisa mencapainya, adapun provinsi tersebut adalah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat.
Talkshow Ruang Publik yang disaksikan di channelnya Berita KBR yang mengupas tentang kusta, membuka mata bahwa Indonesia negeri yang kita cintai, permasalahan penyakit kusta belum usai.Host Ines Nirmala dalam Talkshow Ruang Publik “ Geliat Pemberantasan Kusta dan Pembangunan Inklusif Disabilitas di Tengah Pandemi.” Dengan nara sumber Komarudin, S.Sos.M.Kes yang menjabat sebagai Wakil Supervisor Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Ada juga nara sumber DR. Rohman Budijanto SH MH yang merupakan Direktur Eksekutif The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi-JPIP Lembaga Nirlaba Jawa Pos yang bergerak di bidang otonomi daerah. Dua narasumber berbicara lugas tentang dilema penanganan kusta dan juga kaum difabel ketika pandemi menghadang dalam setahun terakhir, mereka yang menggelorakan semangat pantang menyerah meski kesulitan menghadang di situasi sulit.
Sekecil apapun jumlah penderita kusta, mereka adalah warga negara Indonesia, apalagi bertahun tahun penyakit kusta dianggap penyakit kutukan. Bagi penderita kusta perlu diberi ruang yang membuat kualitas hidupnya terus meningkat, selain itu penderita kusta perlu mengetahui agar kusta yang di derita adalah mencegah kecatatan.
Cara Kabupaten Bone Mengatasi Kusta di Situasi Pandemi Covid
Permasalahan penyakit kusta di kabupaten Bone terkendala hadirnya pandemi Covid ungkap Komarudin, S.Sos.M.Kes, Wakil Supervisor Kabupaten Bone. Semenjak WHO menyatakan Covid-19 merupakan pandemi di Maret 2020, surat edaran Menteri Kesehatan yang melarang kegiatan dengan mengumpulkan orang banyak, praktis kegiatan pencegahan kusta di Kabupaten Bone sedikit terhambat.
Temuan kasus kusta di Bone tahun 2019 adalah 195 orang dan pada tahun 2020 mencapai 140 orang, ada penurunan sebesar 28%. Selain itu menurut Komarudin, S.Sos.M.Kes, penderita kusta di Bone sebelum pandemi 2,5/10 ribu penduduk, selama 1,7/10 penduduk.
Kabupaten Bone melakukan intensifikasi gaspending kusta dengan melibatkan bidan desa, warga yang mengalami bercak bercak diperiksa di rumah atau ditempat kepala desa, saat ini penurunan kasus kusta namun karena aktifitas dibatasi sehingga penemuan kasus pun berkurang.
Upaya pencegahan penyakit kusta di kabupaten Bone terus berlanjut, pemberian obat kusta, survey atau pemeriksaan anak sekolah, kampanye eliminasi kusta merupakan bentuk perhatian kabupaten Bone agar kusta benar benar tereliminasi. Selain garda depan adalah tenaga kesehatan, pihak kabupaten Bone mengoptimalkan kader terlatih kusta atau kader tak terlatih untuk turun gelanggang memerangi penyebaran kusta.
Dengan apa yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Bone untuk menanggulangi penyebaran kusta ditengah pandemi Covid-19, patut diapresiasi, dari pejabat, petugas kesehatan, kader terlatih hingga warga biasa bahu membahu agar penyebaran kusta tidak meluas, semoga upaya mereka mampu mengeliminasi kusta di kabupaten Bone.
Kaum Difabel di Tengah Suasana yang Tak Menentu
DR.Rohman Budijanto SH MH tampil lugas saat talkshow berlangsung(screenshot youtube berita kbr)
Penanganan problem masyarakat saat ini berkurang karena fokus dengan Covid, isue permasalahan tentang HIV atau kusta sering terabaikan, apalagi saat ini banyak sekali terjadi pemutusan hubungan pekerjaan, ini yang tengah dirasakan oleh DR.Rohman Budijanto SH MH selaku Direktur Eksekutif The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi-JPIP Lembaga Nirlaba Jawa Pos yang bergerak di bidang otonomi daerah.
Angkat dua jempol untuk Jawa Pos yang mempunyai pola rekrutmen yang fair bagi kaum difabel, jika mereka memang berkompeten di bidang di inginkan maka tak ada hambatan untuk mencapai posisi tersebut.Tak ada perbedaan orang yang normal atau difabel, ini sesuatu yang luar biasa, mengingat masih banyak perusahaan yang apriori dengan orang difabel di dunia kerja.
Penderita kusta biasanya enggan bertemu dengan orang lain, dan orang lain pun sungkan bertemu dengan penderita kusta. Saat ini diperlukan keterampilan tambahan agar penderita kusta tetap berdaya, peluang usaha online nampaknya menjadi hal yang realitas dilakukan.Semoga juga pemerintah lebih concern agar penderita kusta tak merasa menjadi warga kelas dua yang merasa terabaikan.
Ya Tutu Ya Slame Ya Capa Ya Cilaka
Waspada itu penting dan bukan ketakutan yang berlebihan, abai atau lalai akan mendapat celaka.Sebuah adigium berasal dari Bone menjadi hal yang menarik untuk kita renungkan bersama.”Ya Tutu Ya Slame Ya Capa Ya Cilaka.” Barang siapa yang siaga maka ia akan selamat, barang siapa yang lalai maka ia akan celaka.
Di kabupaten Bone malah saat ini menerapkan protokol 5 M yang meliputi memakai masker secara benar, mencuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir, menjaga jarak hingga 2 meter,menghindari kerumunan, membatasi mobilitas dan interaksi serta kontak fisik.
Dari kabupaten Bone kita belajar banyak tentang sikap waspada, harga yang sangat pantas jika jumlah penderita kusta di Bone menurun, ada kerja keras dan kerja cerdas agar kusta enyah di bumi Bone. Contoh yang patut diteladani dari kabupaten Bone adalah mereka terus mengupayakan agar penderita kusta tetap merasa sebagai manusia seutuhnya.
Mereka mendaur ulang barang barang bekas dan menjadi barang yang bernilai ekonomis dan para penderita kusta berperan aktif di masyarakat, cara ini akan menumbuhkan kepercayaan diri untuk penderita kusta,semoga daerah lain yang masih mempunyai penyandang kusta, mampu meniru kabupaten Bone, Sulawesi Selatan untuk penanganan kasus penderita kusta.