Masyarakat Indonesia telah banyak disuguhi akan namanya mitos yang beredar, acapkali mitos yang mengakar ini malah menjadi sebuah stigma. Meski kini hidup di era milenial dan mencicipi zaman digital, yang namanya mitos masih terus ada. Dititik inilah kita perlu lebih perhatian dengan hal yang kerap membuat para pengidap penyakit kusta atau juga down syndrom merasa minder ataupun tertekan karena mitos yang dihubung-hubungkan dengan keadaan mereka.
Menjadi menarik ketika para narasumber berbicara tentang down syndrom dan kusta. Mereka yang mengalami langsung dan juga memiliki buah hati yang mengidap down syndrom. Obrolan tentang melawan stigma yang berlangsung di channel Youtuber Berita KBR memberi wawasan bagi kita semua, bahwa sebenarnya Dunia Yang Setara tanpa membedakan penyakit yang diderita merupakan sesuatu keniscayaan di negeri yang kita cintai.
Data Badan Kesehatan Dunia(WHO) melaporkan bahwa terdapat satu kejadian down syndrom dari 1.000 kelahiran. Diperkirakan ada empat juta penderita di seluruh dunia, sedangkan di Indonesia ada 300 ribu kasus. Menjadi penting untuk mengetahui bagaimana orang tua mendamping buah hatinya yang menderita down syndrom, dan juga orang yang pernah mengalami kusta.
21 Maret dirayakan sebagai hari peringatan down syndrome, beruntung bisa mengikuti acara Ruang Publik KBR bersama narasumber kompeten yakni dr Oom Komariah, M.Kes, Ketua Pelaksana Hari Down Syndrome Dunia. Ada juga Uswatun Khasanah yang merupakan Orang Yang Pernah Mengalami Kusta(OYPMK) /NLR Indonesia.
“Penyandang kusta akan sembuh jika disiplin meminum obat sesuai resep dokter, makan dengan cukup gizi, istirahat dan juga berolahraga,” imbuh Uswatun Khasanah.
Ternyata kusta itu terbagi dua jenis lho, yakni kusta kering dengan lama pengobatan 6 bulan, sedangkan untuk kusta basah memerlukan upaya pengobatan selama 12 bulan. Upaya penanggulangan kusta di tanah air mendapat perhatian serius, saat ini bila penderita pasien ingin sembuh, pengobatan kusta gratis dan Puskesmas terdekat mensuport pasien untuk sembuh dari kusta.
Bagaimana nasib anak dengan down syndrom? Adakah stigma yang menyertainya dan bagaimana orang tua menyikapinya. Menurut dokter Oom Komariah, M.Kes bahwa sejak dahulu pun yang menderita down sydrom kerap disebut sebagai idiot, tidak bisa apa apa dan sebagai penyakit kejiwaan.
Selain itu tidak adanya informasi yang mengenakan seputar tumbuh kembang anak down syndrom sehingga mereka cenderung menarik diri. Sehingga tak ada stimulasi dini, intervensi awal dan ini berakibat anak down syndrom cenderung tidak bisa melakukan anak normal pada umunya seperti telat berbicara, terlambat berjalan, malah dari lingkungan keluarga sendiri, anak malah dikucilkan.
“Orang tua yang mengusir anaknya karena mempunyai cucu down syndrom. Bersyukur saat ini sudah jarang terjadi karena semakin gencarnya sosialiasi tentang down syndrom,” ungkap dr Oom Komariah,M.Kes.
Membincang tentang stigma, ada satu hal yang dipetik dari penuturan narasumber, yakni sikap Uswatun Khasanah maupun dr Oom Komariah, M.Kes. Keduanya mampu memberikan pencerahan bagi kita semua, sesuatu yang mereka lakukan telah menjadi terbaik untuk mematahkan mitos maupun stigma ya melekat.
Saat ini Persatuan Orang Tua Anak dengan down syndrom melakukan edukasi dan sosialisai untuk orang tua, bahwa anak dengan down syndrom mempunyai masa depan cerah. Salah satu program POTADS adalah New Born yang bekerja dengan rumah sakit,jika ada orang tua yang memiliki buah hati down syndrom, ada buku panduan seputar penanganannya.
Melihat kesungguhan dua narasumber tentang diskriminasi stigma dan diskriminasi terhadap kusta dan down syndrom, bahwa memang untuk melawan stigma yang keliru adalah tetap fokus dengan membangun kesadaran agar tidak terjebak dalam lingkaran diskriminasi. Keduanya memberi contoh nyata, bahwa stigma bisa dilawan.
Penyandang disabilitas adalah orang orang yang berhak mendapatkan kesempatan sama baiknya dengan orang normal lainnya. Mereka yang berpenyakit kusta atau juga down syndrom berhak menikmati indahnya kehidupan, semoga semakin banyak orang orang di negeri ini peduli dengan para disabilitas.
Yuk kita sebagai blogger, conten kreatif atau pun juga pekerja seni, saling bahu membahu menghapus stigama yang memang telah melekat kuat dalam masyarakat. Saatnya lakukan aksi untuk menghapus stigma dan juga diskriminasi, mereka berhak untuk tetap bersinar terlepas apakah ia penyandang penyakit kusta ataupun down syndrom.