Kurikulum Kontekstual Memekarkan Potensi Pustaka Kampung Impian di Tanah Rencong

Membaca buku di tangga kayu rumah panggung, menjelajahi nikmatnya literasi(sumber poto: dokpri Rahmiana Rahman)

 

Laporan World Population Review dengan tajuk Average IQ by Country 2022, menempatkan negeri tercinta Indonesia berada di peringkat 10 dari 11 negara di Asia Tenggara. Negeri besar ini nomor buncit kedua dalam tingkat Intelligence Quotient (IQ), bukan saatnya merutuki nasib, namun kini saatnya bahu membahu agar semua lapisan masyarakat, mengembangkan ide, gagasan, serta kreativitas, agar nantinya mutu pendidikan di Indonesia makin moncer dan bersaing dengan negara lain.

 

Pendidikan formal di Indonesia, kita mengenalnya dengan beberapa tingkatan mulai SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Namun hadirnya pendidikan formal, tak menafikan potensi pendidikan non formal, jauh di pedalaman Bumi Rencong Aceh, Geliat pendidikan non formal yang patut kita apresiasi, perjuangan mencerdaskan anak bangsa, merawat tunas-tunas muda. Meski berjibaku melawan kengerian, mengingat lokasi yang terpencil melintasi Samudra Hindia dalam 2 jam lebih berperahu, ditemani ombak yang acapkali tidak bersahabat, mereka ada untuk menebarkan kecintaan akan literasi.

 

Adalah Rahmiana Rahman, perempuan kelahiran Makassar 20 Juni 1988, menyalakan pelita pengetahuan untuk anak-anak dan remaja di daerah terpencil Aceh. Mempersembahkan Perpustakaan Kampung Impian, berada di Jalan Peeukan Bade,Ulee-Lheu, Gampong, Lam Lumpu,Dusun KP Banda, Kabupaten Aceh Besar, nyatanya kehadiran Pustaka Kampung Impian bukanlah di satu titik saja.

 

“Lokasi lokasi Pustaka Kampung Impian,bukanlah wilayah yang dapat dijangkau dengan mudah, ada enam tempat Pustaka Kampung Impian yang lokasinya berbeda-beda,” tutur Rahmania Rahman.

 

Mengawal Kreatifitas Anak Anak di Pedalaman Aceh

Antusias belajar bersama di Pustaka Kampung Impian(Sumber poto: dokpri Rahmiana Rahman)

 

 

Pustaka Kampung Impian didirikan pada tahun 2016, membuat kegiatan pengajaran baca dan menulis,dengan cara yang kreatif dan menggunakan unsur unsur alam. Mengenal huruf dengan mewarnai batu, menuliskan huruf per huruf di atas batu menjadikan, batu sebagai media belajar. Mengajari berhitung dengan ranting, mengajari menulis dengan media yang ada di sekitar pustaka.

 

Perempuan jebolan Universitas Negeri Makassar, dalam pengelolaan Pustaka Kampung Impian, mengembangkan kurikulum kontekstual, istri dari Perdana Romi menerapkan kurikulum konseptual, dengan artian di masing-masing lokasi pustaka,mempunyai konsep yang disesuaikan dengan kultur masyarakat, kondisi anak dan juga tempat domisilinya.

 

“Saat ini ada enam Pustaka Kampung Impian, lokasi berbeda-beda, ada di Aceh Tengah, Aceh Besar, Aceh Selatan, Aceh Tamiang dan juga Pidie,” ungkap perempuan yang menikah di tahun 2017.

Ketika pemerintah menggaungkan kurikulum merdeka,Pustaka Kampung Impian telah mendahului gagasan dengan kurikulum kontekstual, anak anak pedalaman Aceh, menikmati pendidikan non formal program Pustaka Kampung Impian,seperti kelas membaca dasar, kelas membaca berita,kelas fotografi, kelas membaca menengah, kelas menjahit dan membaca.

 

Melawan ketidakmungkinan, dan menakar kreativitas, agar anak-anak Aceh meski berada di pedalaman mampu mencicipi indahnya pembelajaran, dan muaranya adalah mengenal pendidikan meski terkungkung batas geografi. Aceh yang berbatasan dengan kepulauan Andaman dan Nikobar di India, berbatasan dengan Samudra Hindia, dan Selat Malaka. Layak mempunyai generasi mumpuni, meski lahir dari rahim pendidikan non formal,bahwa akses pengetahuan bisa didapatkan dimana saja.

Lokal Pride yang Sesungguhnya Itu Bernama Komunitas Rumah Relawan Remaja

Ceria menikmati suasana Kemerdekaan bersama Komunitas Rumah Relawan Remaja(sumber poto:instagram @rumahrelawanremaja)

 

Ketika para remaja remaja kota menikmati hidup dengan cara hedon, aksi tawuran hingga kenakalan remaja yang mengkhawatirkan, senggol dong kiprah Komunitas Rumah Relawan Remaja yang merupakan hal yang tak terpisahkan dari Pustaka Kampung Impian. Remaja remaja lokal, dengan penuh kegembiraan,menyokong perubahan lingkungan di tanah Aceh dengan hal yang positif.

 

Rumah Relawan Remaja memberi ruang bagi milenial Aceh memberikan kontribusi positif di berbagai bidang mulai lingkungan kesenian menghadirkan ruang belajar bersama kegiatan seperti membaca nyaring mengenal seni dan budaya lokal mensuport permainan tradisional atau juga pemilihan sampah hingga mengulas buku dan mendiskusikan isinya itulah kegiatan rumah relawan remaja.

 

Bila mengingat film kolosal Tjut  Nyak Dien pahlawan terepik, yang dimiliki Aceh. Adegan tarian didong, berdendang sambil menepuk tangan, seraya melantukan syair, kesenian tradisional yang datang dari Dataran Tinggi Tanah Gayo Aceh Tengah, memiliki keunikan dan sifat universal yang memadukan seni sastra seni suara dan seni tari.

 

Didong ini yang juga kerap dipelajari di Pustaka Kampung Impian secara bersama-sama nuansa lokal Aceh sangat kental terasa bahwa seni adalah sejatinya harta berharga dari sebuah peradaban. Pelestarian kesenian tradisional menjadi perhatian tersendiri di Komunitas Rumah Relawan Remaja.

 

Menanti Daya Dukung Pemerintah Daerah Untuk Pustaka Kampung Impian dan Aceh Pada Umumnya

Bocah bocah Aceh perlu penanganan yang optimal, agar mereka melesat dalam ilmu pengetahuan(sumber poto: dokpri Rahmiana Rahman)

 

 

Bila melihat kiprah Rahmiana Rahman, menelusuri pelosok Aceh menyibak belantara, melaju di atas perahu dan bersisian dengan ganasnya ombak Samudra Hindia. Memberikan alternatif pendidikan di Pustaka Kampung Impian, bagi anak-anak daerah terpencil Provinsi Aceh, bila tahun 2020 mendapat kesempatan sebagai penerima apresiasi Satu Indonesia Award provinsi, adalah harga yang teramat pantas bagi perempuan yang kerap di sapa Ami.

 

“Saya melihat daya dukung pemerintah daerah, belumlah signifikan. Apalagi untuk berkolaborasi dengan penggiat-penggiat yang sudah terjun, termasuk Pustaka Kampung Impian, namun sinergi yang ada belum maksimal,” ucap Rahmiana.

 

Pada hakikatnya apa yang dilakukan Rahmiana Rahman, dengan Pustaka Kampung Impian, memberikan peluang lebih luas kepada anak-anak daerah tertinggal,mengecap ilmu pengetahuan. Memberikan kesempatan pada mereka tanpa memandang, gender, usia maupun, latar belakang, agama dan suku untuk mendapatkan pendidikan, yang fleksibel serta terencana yang bisa didapat di luar pendidikan formal.

 

Aceh di masa lalu pernah merasakan pedihnya bencana sosial berupa konflik internal yakni Gerakan Aceh Merdeka, konflik sejak 1976 hingga 2005 telah mengakibatkan 15.000 jiwa kehilangan raga. Selanjutnya Aceh diguncang gempa serta tsunami dahsyat pada tahun 2004, meluluhkan sebagian besar wilayah Aceh, saatnya Aceh bangkit. Dibutuhkan keseriusan pemerintah setempat, memperkuat sumber daya manusia Aceh, agar mampu bersaing di era global menuju 100 tahun Indonesia Emas. Bahwa bekal pendidikan adalah kunci, masa kini adalah kesempatan anak anak Aceh menuliskan sejarahnya.

 

Memupuk Optimisme Dari Serambi Mekah, Semangat Untuk Hari Ini dan Masa Depan Indonesia

Gampong atau desa di Aceh semakin bergairah, mendapatkan bekal ilmu pengetahuan, hadirnya guru impian menjadi warna tersendiri. Para guru impian dengan proses perekrutan, harus berada di lokasi selama setahun penuh. Mereka para guru impian menetap di wilayah yang masuk dalam kriteria bencana, daerah terpencil, atau daerah pasca konflik.

Sebagai korporasi terkemuka di tanah air, Astra memberikan apresiasi kepada insan anak bangsa, yang telah memberikan kontribusi, terciptanya kehidupan berkelanjutan. Yang mencakup bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan teknologi, masyarakat Aceh selayaknya memberi penghormatan kepada Rahmiana Rahman dengan Pustaka Kampung Impian, anak-anak Aceh mendapatkan serta mengembangkan ilmu pendidikan dan pengetahuan, yang didapat dari tempat pendidikan non formal.

 

Ada ratusan orang baik, yang masih peduli dengan wajah pendidikan di tanah air, tersebar dari Sabang hingga Merauke. Mereka yang sedang melukis indahnya peradaban, dengan bekal pengetahuan serta pendidikan, rasanya hati terasa gerimis, melihat antusiasme bocah-bocah membaca di tangga kayu rumah panggung. Bersemangat bermain bareng di tepi sungai dengan latar hutan yang menghijau, bertelanjang dada seraya menyimak buku bergambar warna-warni, ada secercah harapan bahwa, dunia pendidikan di Indonesia akan bersinar di tangan orang yang tepat.

 

Dari Aceh untuk Indonesia, tanah yang telah melahirkan pejuang tangguh pantang menyerah, bocah-bocah yang menikmati pembelajaran di Pustaka Kampung Impian. Mewarisi spirit keberanian para leluhurnya,bukan dengan rencong mengusir penjajah, namun mereka bersungguh menikmati proses berada di gampong, tetap berdomisili di desa sendiri, bahwa dengan berada di desa tanpa urbanisasi mampu mewujudkan impian.

 

Sumber referensi tulisan:

 

Edueksos,Jurnal Pendidikan Sosial dan Ekonomi, Volume 1, Juni 2022

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.